MENGENAL
BIMBINGAN DAN KONSELING
“Apa sih
bimbingan konseling atau BK itu?” “ Kok, tidak ada nilai BK di dalam rapot?”
Ini adalah deretan pertanyaan yang datang dari beberapa siswa-siswi SMA tentang
bimbingan konseling (BK) yang ada di sekolah. Hal ini menandakan bahwa masih
banyak orang yang belum sungguh-sungguh mengenal BK dan apa manfaat dari
pelayanan BK itu sendiri.
Bimbingan dan
Konseling memiliki dua makna yang berbeda namun saling berkaitan satu dengan
lainnya. Menurut Sertzer dan Stone (1981), mengatakan bahwa The process of helping
individuals to understand themselves and their world (bimbingan diartikan
sebagai proses membantu orang-perorangan untuk memahami dirinya sendiri dan
lingkungan hidupnya). Proses, menunjuk pada gejala bahwa sesuatu akan berubah
secara berangsur-angsur selama kurun waktu tertentu. Oleh karena itu bimbingan
bukanlah suatu peristiwa yang terjadi sekali saja, melainkan mencakup sejumlah
tahap yang secara berangkaian dan terstruktur membawa ke tujuan yang ingin
dicapai. Membantu berarti memberikan pertolongan dalam menghadapi dan mengatasi
tantangan serta kesulitan yang timbul dalam kehidupan manusia.
Orang-perorangan
menunjuk pada individu atau orang tertentu yang dibantu seperti para siswa di
sekolah, mahasiswa, orangtua/keluarga, orang dewasa, atau para manula. Para
individu ini sering menghadapi berbagai tantangan dan kesulitan yang selalu
muncul dalam kehidupan mereka. Tantangan dan kesulitan ini harus mereka hayati
sebagai suatu masalah yang harus diatasi, agar perkembanga selanjutnya dapat
berjalan dengan lancar. Memahami diri berarti mengenal diri sendiri secara
lebih mendalam dan menetapkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai, serta membentuk
nilai-nilai (values) yang akan menjadi pegangan selama hidupnya (Winkel, 1990).
Tujuan dari pelayanan bimbingan oleh tenaga profesional adalah semua bidang
kehidupan yang mencakup perkembangan kepribadian yang seoptimal mungkin. Dalam
rangka mengembangkan dirinya sendiri orang harus mengenal dirinya sendiri dan
lingkungan hidupnya. Dia harus membangun cita-cita yang ingin dicapai dan
menimbang beraneka dorongan motivasional yang terdapat dalam dirinya sendiri.
Selanjutnya, dia harus mempertimbangkan alternatif-alternatif yang terbuka
baginya untuk mewujudkan cita-citanya, kemudian memperhitungkan kewajibannya
terhadap sesama manusia. Tahap selanjutnya yang perlu dilakukannya adalah,
merencanakan langkah-langkah yang dapat diambil untuk mencapai suatu tujuan.
Akhirnya, dia harus mengadakan evaluasi atas dirinya dan arah kehidupannya
sendiri. Tujuan ini yang menjadi ciri khas dari bimbingan sebagai bantuan.
Istilah konseling
sendiri berasal dari kata Latin “consilum” yang berarti “dengan” atau “bersama”
dan “mengambil” atau “memegang”. Maka dapat dirumuskan sebagai memegang, atau
mengambil bersama. Ungkapan ini didukung pula oleh ahli konseling W.S Winkel
bahwa konseling mengandung suatu proses antarpribadi yang berlangsung melalui
saluran komunikasi verbal dan non verbal. Dengan menciptakan kondisi positif
seperti empati, penerimaan serta penghargaan, keikhlasan serta kejujuran, dan
perhatian yang tulen (facilitative conditions), konselor menginginkan konseli
untuk merefleksi atas diri sendiri serta pengalaman hidupnya, memahami diri
sendiri serta situasi kehidupannya dan berdasarkan itu menemukan penyelesaian
atas masalah yang dihadapi (Winkel, 1990). Konseling meliputi relasi tatap muka
secara pribadi antara dua orang di mana si konselor, lewat relasi tersebut dan
dengan menggunakan kemampuan khususnya berusaha memberikan situasi belajar di
mana si konseli ditolong untuk memahami dirinya sendiri dengan cara yang
memuaskan bagi dirinya dan tidak merugikan orang lain atau masyarakat. Konseli
belajar memecahkan masalah-masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu
(Rebecca, 1982). Konseling berbeda dengan bimbingan namun memiliki tingkat
kesesuaian yang tercakup dalam bimbingan konseling. Bimbingan adalah relasi
yang bertujuan menolong dan tepat diberikan kepada seseorang yang sedang
membutuhkan bantuan rangka memahami dirinya sendiri dan lingkungan, serta dalam
rangka membuat keputusan-keputusan yang bijaksana menyangkut pendidikan,
pekerjaan, atau masalah pribadinya. Sedangkan konseling bertujuan memecahkan
masalah-masalah pribadi atau yang menyangkut soal yang sama, namun secara
langsung lebih bertujuan untuk menolong si konseli memperoleh informasi,
mendapatkan orientasi dalam menghadapi masalah-masalah baru, merencanakan dan
melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam tugas-tugas perkembangannya, mengumpulkan
data untuk membuat keputusan-keputusan berkaitan dengan kelanjutan studi atau
memilih bidang pekerjaan, dll. Kesamaannya terletak pada tujuan untuk semakin
memperkembangkan si konseli dalam setiap aspek kehidupannya sedangkan
perbedaanya adalah bimbingan memiliki konotasi positif dan preventif
(pencegahaan) dan konseling memiliki konotasi upaya memperbaiki atau
menghilangkan suatu hambatan atau masalah yang sedang dialami si konseli.
Pelayanan
konseling dalam sistem pendidikan di Indonesia mengalami beberapa perubahan
nama. Pada kurikulum 1984 semula disebut Bimbingan dan Penyuluhan (BP),
kemudian pada Kurikulum 1994 berganti nama menjadi Bimbingan dan Konseling (BK)
sampai dengan sekarang. Sejalan dengan perubahan-perubahaan nama tersebut, di
dalamnya terkandung berbagai usaha perubahan untuk memantapkan konseling
sebagai suatu profesi. Oleh karena itu seorang konselor sekolah hendaklah
profesional dalam menjalankan tugas. Pelayanan BK di sekolah lebih menekankan
pada cinta kasih. Dengan cinta kasih seorang konselor akan lebih empatik kepada
siswanya. Relasi yang baik, hangat dan penuh penerimaan antara siswa dengan
konselor sekolah akan memudahkan siswa untuk lebih memahami diri dan kondisi
lingkungan dirinya dan lebih mudah mengambil keputusan dalam hidupnya demi
kebaikan dirinya sendiri. Para siswa harus ditangani oleh konselor yang sungguh
profesional dalam bidangnya karena di dalam konseling memiliki asas
kerahasiaan, asas kesukarelaan, asas keterbukaan, asas kenormatifan, dll.
Konselor sekolah hendaknya mentaati aturan-aturan dalam memberikan pelayanan
bimbingan dan konseling yang terdapat dalam kode etik keprofesian sebagai
seorang guru BK.
Bahwa tidak
terdapat nilai BK dalam raport tetapi hasil dari proses pelayanan BK di sekolah
dapat dilihat pada perubahaan diri seseorang baik sikap, perilaku, pikiran, dan
perasaannya yang menjadi lebih baik dan berani mengambil keputusan dan siap
menjalankan keputusan-keputusan tersebut dengan segala konsekuensi yang ada.
“Manusia merupakan makhluk rasional dan memiliki potensi-potensi yang bisa
dikembangkan ke arah positif atau negatif”.
Sumber:
Rebecca Mary.
1982. Peer Counseling, A Way of Life. Manila: The Peer Counseling Foundation.
Winkel, W.S.
1990. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidiikan. Jakarta: Grasindo.
Yeo Anthony.
2003. Konseling Suatu Pendekatan Pemecahan Masalah. Jakarta: BPK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar